Anyeong
Selamat Siang teman - teman, apa kabar hari ini? Semoga selalu sehat ya.
(SPOILER ALERT!!!)
Milea, Suara dari Dilan
Novel Dilan yang ketiga ini berbeda dengan yang pertama dan kedua dimana sudut pandang orang pertama dalam novel ini yaitu Dilan. Dilan menceritakan kehidupannya dalam novel ini, saat ia masih kecil, ada cerita tentang bundanya yang ia biasa panggil Bundahara jika ia sedang minta uang atau Sari Bunda ketika Dilan lapar. Kalian yang sudah baca novel pertama dan kedua sedikit banyak pasti sudah tahu karakter Dilan.
Namun di novel ini Dilan bercerita tentang Ayahnya yang tentara, hingga masa kecilnya Dilan bersama sang ayah. Tentang keluarganya, disini kita bisa tahu Dilan termasuk anak yang hangat dan penurut kepada orang tuanya, apalagi pada ayahnya Dilan sangat menghormati. Dan didalam novel ini juga Dilan menjelaskan dan menambahkan hal-hal lain yang terlewat dari catatan Milea dalam buku sebelumnya. Banyak hal yang mungkin Milea belum tahu benar kejadiannya yang akhirnya di ceritakanlah di novel ini. Katakanlah novel ini adalah sebuah jawaban dari Dilan untuk semua pertanyaan Milea.
Contohnya saja Milea tidak tahu kalau Dilan membawa air ke hadapan bundanya dan minta di bacakan doa Al Fatihah itu semua ia lakukan untuk mendekati Milea. Ada lagi saat Milea mencari Dilan ke stasiun saat mereka bertemu kembali di Jakarta sebenarnya Dilan belum pulang ke Bandung, ia pergi ke rumah temannya.
Mungkin pembaca akan kecewa dengan novel ketiga ini akibat Dilan dan Milea putus, sudah tidak ada lagi hal - hal romantis. Tapi ada part yang bikin aku terharu sih, saat Dilan menelepon Milea lagi, dua hari setelah wafatnya ibu Rini guru mereka saat di SMA. Terasa sekali Milea menahan rindu untuk Dilan sangat sangat rindu bahkan Milea selalu menyebut nama Dilan disetiap ucapannya. Percakapan mereka ini yang akhirnya membuka titik cerah untuk keduanya yang ternyata selama ini mereka sempat salah paham satu sama lain namun waktu tidak bisa diulang kembali bukan?
"Dilan?"
"Iya Lia. Aku denger."
"Dilan?"
"Iya? Kenapa?"
"Enggak. Aku suka aja nyebut nama kamu"
MIlea pun menulis puisi untuk Dilan walupun puisinya singkat namun isinya sangat memilukan bagi Dilan sendiri, karena ia menyadari sebuah perpisahannya dengan Milea.
DI MANA
Aku rindu.
Dilan, kamu dimana, Dilan?
sini!!!
(Milea Adnan Hussain, 1991)
JAUH
Apakah kamu rindu?
Aku di sini Dilan.
Jauh. JAuh.
(MIlea Adnan Hussain, 1991)
Dilan tetap memuji puisi yang di buat Milea.
Dan teleponan mereka di akhiri dengan Dilan yang menuliskan puisi untuk pacarnya yaitu Cika.
Cika, Cikawao. Cika, Cikalong Wetan.
Cika, Cikadut Atas. Cika, Cikarang Selatan. Cika, Cikaso Banjarsari.
Cika, Cikahuripan. Cika, Cikajang Garut. Cika, Cikakak Sukabumi, Cika,
Cikao Purwakarta. Cika, Cikamuning. Cika, Cikampek Pantura. Cika,
Cikander Serang. Cika, Cikapundung Electronic Center. Cika, Cikapayang
Dago. Cika, Cikawung Pandeglang. Cika, Cikawao Motor. Cika ada di
mana-mana. Cika juga di dalam kepalaku. Cika juga di dalam semua
perasaan riangku.
Hal yang bisa di ambil dari novel in adalah ikhlas, perpisahan bukan akhir dari segalanya yang terpenting bagaimana caranya agar tetap baik - baik saja setelahnya. Rasa sedih pasti selalu ada namun harapan untuk bahagia jangan sampai hilang.
Well, Aku gak bisa komentar banyak nih soalnya setiap cerita kita pengennya happy ending kan, nah novel ini akhirnya sedih sekali jadi siapkan tissue lagi ya teman - teman.
Terima kasih untuk Dilan dan Milea atas kisah indah kalian. Semoga kita sebagai penikmat cerita bisa mengambil pelajaran dalam setiap kehidupan mereka.
Terima kasih untuk ayah Pidi Baiq karena menuliskan kisan mereka dengan bahasa yang ringan dan mudah di pahami bagi setiap pembaca.
Gomawo,
Salam Hangat
Suliz ^_^
Selamat Siang teman - teman, apa kabar hari ini? Semoga selalu sehat ya.
(SPOILER ALERT!!!)
Milea, Suara dari Dilan
Novel Dilan yang ketiga ini berbeda dengan yang pertama dan kedua dimana sudut pandang orang pertama dalam novel ini yaitu Dilan. Dilan menceritakan kehidupannya dalam novel ini, saat ia masih kecil, ada cerita tentang bundanya yang ia biasa panggil Bundahara jika ia sedang minta uang atau Sari Bunda ketika Dilan lapar. Kalian yang sudah baca novel pertama dan kedua sedikit banyak pasti sudah tahu karakter Dilan.
Namun di novel ini Dilan bercerita tentang Ayahnya yang tentara, hingga masa kecilnya Dilan bersama sang ayah. Tentang keluarganya, disini kita bisa tahu Dilan termasuk anak yang hangat dan penurut kepada orang tuanya, apalagi pada ayahnya Dilan sangat menghormati. Dan didalam novel ini juga Dilan menjelaskan dan menambahkan hal-hal lain yang terlewat dari catatan Milea dalam buku sebelumnya. Banyak hal yang mungkin Milea belum tahu benar kejadiannya yang akhirnya di ceritakanlah di novel ini. Katakanlah novel ini adalah sebuah jawaban dari Dilan untuk semua pertanyaan Milea.
Contohnya saja Milea tidak tahu kalau Dilan membawa air ke hadapan bundanya dan minta di bacakan doa Al Fatihah itu semua ia lakukan untuk mendekati Milea. Ada lagi saat Milea mencari Dilan ke stasiun saat mereka bertemu kembali di Jakarta sebenarnya Dilan belum pulang ke Bandung, ia pergi ke rumah temannya.
Mungkin pembaca akan kecewa dengan novel ketiga ini akibat Dilan dan Milea putus, sudah tidak ada lagi hal - hal romantis. Tapi ada part yang bikin aku terharu sih, saat Dilan menelepon Milea lagi, dua hari setelah wafatnya ibu Rini guru mereka saat di SMA. Terasa sekali Milea menahan rindu untuk Dilan sangat sangat rindu bahkan Milea selalu menyebut nama Dilan disetiap ucapannya. Percakapan mereka ini yang akhirnya membuka titik cerah untuk keduanya yang ternyata selama ini mereka sempat salah paham satu sama lain namun waktu tidak bisa diulang kembali bukan?
"Dilan?"
"Iya Lia. Aku denger."
"Dilan?"
"Iya? Kenapa?"
"Enggak. Aku suka aja nyebut nama kamu"
MIlea pun menulis puisi untuk Dilan walupun puisinya singkat namun isinya sangat memilukan bagi Dilan sendiri, karena ia menyadari sebuah perpisahannya dengan Milea.
DI MANA
Aku rindu.
Dilan, kamu dimana, Dilan?
sini!!!
(Milea Adnan Hussain, 1991)
JAUH
Apakah kamu rindu?
Aku di sini Dilan.
Jauh. JAuh.
(MIlea Adnan Hussain, 1991)
Dilan tetap memuji puisi yang di buat Milea.
Dan teleponan mereka di akhiri dengan Dilan yang menuliskan puisi untuk pacarnya yaitu Cika.
Cika
Hal yang bisa di ambil dari novel in adalah ikhlas, perpisahan bukan akhir dari segalanya yang terpenting bagaimana caranya agar tetap baik - baik saja setelahnya. Rasa sedih pasti selalu ada namun harapan untuk bahagia jangan sampai hilang.
Well, Aku gak bisa komentar banyak nih soalnya setiap cerita kita pengennya happy ending kan, nah novel ini akhirnya sedih sekali jadi siapkan tissue lagi ya teman - teman.
Terima kasih untuk Dilan dan Milea atas kisah indah kalian. Semoga kita sebagai penikmat cerita bisa mengambil pelajaran dalam setiap kehidupan mereka.
Terima kasih untuk ayah Pidi Baiq karena menuliskan kisan mereka dengan bahasa yang ringan dan mudah di pahami bagi setiap pembaca.
Gomawo,
Salam Hangat
Suliz ^_^
Komentar
Posting Komentar